Masyarakat Minta Pemalsu Surat Autentik Dihukum Berat, Ini Respons PT Banten

Pengadilan Tinggi (PT) Banten di Kota Serang, Banten/Ist
Pengadilan Tinggi (PT) Banten di Kota Serang, Banten/Ist

Warga Tangerang kawasan utara kembali mendatangi Pengadilan Tinggi (PT) Banten di Kota Serang, Banten. Hal ini dilakukan terkait banding terdakwa pemalsu surat autentik yang diadili PT Banten. 


Masyarakat yang tergabung dalam Forum Aspirasi Masyarakat Tangerang Utara (FAMTU) meminta terdakwa DS dalam kasus tersebut dihukum lebih berat. FAMTU khawatir adanya permainan dalam penanganan perkara bernomor: 62/Pid/2023/PT.BTN ini.

Humas Pengadilan Tinggi Banten I Gede Komang Adi Natha menjelaskan, pimpinan pengadilan hanya bertugas menunjuk hakim dalam perkara tersebut. Sementara terkait putusan yang dibuat nantinya, sesuai undang-undang, hakim diberikan kewenangan dan memiliki independensi masing-masing.

"Pimpinan nggak boleh ikut campur apalagi Mahkamah Agung. Jadi independensinya ada di majelis hakim yang menangani perkara dan bertanggung jawab di hadapan Tuhan dan masyarakat," kata Adi Natha kepada wartawan, Rabu (17/5). 

Ia memaparkan ada tiga omajelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Mereka, saat ini masih membaca berkas perkara. 

"Dipimpin Bambang Sasmito, anggota hakim Efendi Pasaribu dan anggota hakim kedua Posman Baskara. Jadi sekarang masing-masing hakim sedang membaca berkas," kata Adi Natha.

Adi Natha juga membantah kabar yang menyebut adanya upaya di luar hukum yang dilakukan pihak terdakwa untuk memperingan hingga membebaskan DS. 

"Saya yakin sampai hari ini tidak ada. Karena ini kan zona WBK (Wilayah Bebas dari Korupsi), sedang galak-galaknya mengadakan WBK yah," kata Adi Natha.

Terkait pihak korban yang melayangkan surat permohonan ke KPK dan Mahkamah Agung guna memantau dan mengawasi kinerja majelis hakim yang mengadili perkara tersebut, Adi Natha mengaku belum berani berkomentar banyak. Sebab dirinya belum mendapatkan surat terkait.

"Saya belum berani komentar karena belum terima surat tembusan masuk. Tapi itu hak korban melakukan seperti itu, dari pimpinan atas juga belum ada semacam instruksi, saya juga baru tahu ini dari rekan-rekan," kata Adi Natha.

Adi Natha mengaku tak masalah jika kinerja hakim dipantau, sebab hal itu dinilai wajar. 

"Hakim itu terikat dengan undang-undang, ada bukti dan fakta, jadi walau saya diancam tidak gentar nyawa saya pertaruhkan. Karena kita benar, itulah hebatnya hakim," demikian Adi Natha.

DS sebelumnya divonis Pengadilan Negeri Tangerang dua tahun enam bulan dalam perkara pemalsuan surat autentik, dengan nomor perkara: 54/Pid.B/2023/PN.TNG. Ia lalu banding ke Pengadilan Tinggi Banten. []